Ku tanya dirimu sekarang!
Dapatkah engkau tidur, dibawah lampu terang?
Ada yang beralaskan matras, bahkan tikar segulung
Sembari bercanda sesama saudara kandung
Sedangkan si bapak tua nyenyak di bangku
Kaki selonjor, mata tertutup, tangan di saku
Ada kala pun insan satu ini
Hanya beralas sajadah umurnya sudah bukan kini
Badan ditopang tembok di belakang
Paha memangku Asus yang baru
Selayang pandang pada layar
Sepatah jeda pada otak yang berujar
Lewat tarian jari di atas papan huruf digital
Aplikasi "Kata" pun jadi tempat merapal
Merapal pandangan dan impian
Merapal mantra magis kekinian
Kekinian dari impian berkesempatan ke perantauan
Hatta rentetan pemusatan nalar buyar
Jam malam buat otak ini tiada lagi dapat mengumbar
Ungkapan jitu penegas dan perayu
Merayu perguruan tinggi dunia yang sekokoh kayu
Ah sudah, sudah waktunya berbaring
Suasana malam sepi badan pun sudah digiring
Ke kondisi lelah, lesu, sedikit pusing
Sayang seribu sayang, tak bisa lelap
Tidak bisa!
Tidak!
Ku tanya dirimu sekarang!
Dapatkah engkau tidur, Di bawah lampu terang?
-
Ketika hati terus mendesirkan doa, bahkan terlalu sering
Agar jangan sampai telefon itu berdering
Membawa pertanyaan sederhana, "anda keluarga kamar A?"
"Segera ke dalam, anda dibutuhkan di sana."
Ketika nalar tak ingin berhenti menggali retorika
Hingga pelamaran ini seluruhnya paripurna
Hingga aku yakin akan sampai disana, jadi duta Sang Saka
Menyuguhkan sebuah logika beraksara yang mudah dicerna
Dan ketika
Nurani terdalam ingin tunjukkan pada mereka
Yang tak lelah memanjatkan seruan pada Ilahi
Agar diri ini meraih ilmu yang Hakiki
Di perantauan sambil berkarya sebelum kembali
Bahwasannya
Doa yang jadi rutinitas mereka
Tiada sedikitpun sia-sia
Dan engkau sadar sepenuhnya
Salah satu dari mereka
Kini ada di dalam sana
Terakhir
Kutanya dirimu Sekarang
Dapatkah Engkau tidur, dibawah lampu terang?
Depok, 19 Okt 2014, 23:10
Wong Ndheso baru balik dari Rantau, akan merantau lagi. Yes, I write English too! jakartacrossroads.blogspot.com too!
Minggu, 19 Oktober 2014
Minggu, 14 September 2014
Halaman kehidupan
"Tersebutlah satu sore penghujung pekan biasa di salah satu pusat perbelanjaan ibukota.
Kaki ini kala itu baru melangkah keluar dari ATM bank biru sejuta umat Nusantara.
Mau apa lagi? Kini tugasku menunggu.
Menunggu jemputan.
Walhasil kaki yang menjuntai dari badan ini berjalan tak tentu tanpa arah. Mengitari lantai-lantai konsumerisme ini saja. Tawaf! Tawaf di mana? Tawaf-in Mall.. hehe, kalau kata canda temanku
Kios roti, kedai kopi masakini, butik pakaian maupun parfum... Halaman demi halaman gaya hidup Jakarta dan keramaian akhir pekan dipindai oleh mata.
Hingga akhirnya berhenti langkah-langkah pelan ini di depan teman lama. Sebuah teman lama yang telah lama tiada bersua.
Teman lama itu bernama toko buku.
Jujur, satu tahun di perantauan hampir membuatku alpa akan eksistensi mahluk yang satu ini. Semua bahan bacaan sudah bergelimpangan di dunia maya. Apa ada bacaan diatas kertas yang ku baca selama setahun belakangan ini?
Kesampingkan buku pelajaran dan koran ataupun tabloid sepakbola, dan kalian akan temukan nihil.
Ya, tiga jenis bacaan itu lah satu-satunya ragam bacaan tercetak yang ku baca selama setahun ini. Hingga kemarin seorang teman pejalan baru saja meluncurkan buku berisi kisah pelancongannya - aku pun akhirnya buka puasa. Puasa buku cerita cetak.
Tiada salahnya aku masuk ke dalam, nalar ini berbisik.
Bau semerbak buku cetakan baru yang menghiasi outlet depan kios tersebut pun menyesap. Ah, sudah tak bertamu lama ke teman lama ini. Buku-buku bestseller menyambut kedatanganku. Begitu banyaknya cerita hidup orang...
Efek pemilu, pencitraan kah? Padahal sudah gulung tikar 2 bulan urusan pesta suara rakyat itu.
Masuk lebih dalam lagi, mulai lah terpampang rak-rak favoritku; buku-buku perjalanan, entah ia hanya majalah, buku fotografi, atau catatan perjalanan seperti yang ditulis 2 temanku itu... Langkah pertama memulai perjalanan adalah memimpikannya. Halaman-halaman cerita perjalanan bagiku, adalah lembaran-lembaran yang mengajarkan tentang kehidupan...
Dan sekejap, si anak mungil cempluk berkacamata bulat kutu buku itu hidup kembali. Saking kutubukunya minimal satu jam selalu disisihkan hampir tiap akhir pekan, sekadar demi membaca di toko buku. Walau tak selalu berujung membeli salah satunya, hehe.
Untungnya kini, anak itu telah tumbuh besar meski belum sepenuhnya dewasa. Sehingga ketika ia menengok ponselnya demi mengintip jam - untung baru seperempat jam berselang.
Tapi 15 menit ini mahal harganya.
Aku ditinggal jemputan itu dan yah, harus jalan kaki!
Dasar kutu buku, tak berubah!
Itu cerita kecil penghujung pekan kemarin.
Tampaknya kutu buku ku takkan pernah hilang, hanya sering kali sembunyi tak tampak.
Namun nafsu membaca diri ini tak pernah bisa disembunyikan.
Akhir-akhir ini ada bahan bacaan baru yang aku sangat ingin kupas, dan bedah per kata.
Bahan bacaan itu ialah manusia.
Membaca manusia, membaca kehidupan.
Di sore sebelumnya aku bertemu teman-temanku, acara pentas seni sekolah kami dulu - ya, pentas seni berhiaskan artis ternama ibukota; sampai tiket pun raib ke tangan tujuh ribu muda-mudi. Semua dalam satu hari saja.
Kini kebanyakan mereka telah memulai hidup baru - kehidupan mahasiswa, fase pertama dimana mereka ini didefinisikan oleh satu kata empat huruf; Maba.
Ada pula yang masih menunggu hijrahnya ke negeri seberang. Walau seberang itu ada yang artinya sekadar tetangga, dan ada pula yang artinya terpisah satu hari penerbangan pesawat.
Halaman-halaman hidup mereka baru mulai tertuliskan.
Pelbagai tantangan jadi dekorasi, jadi tanda baca yang memberi sekat waktu jeda, ataupun huruf kapital yang menandai dimulainya kalimat baru. Kini mereka menulis buku mereka masing-masing. Cerita pendek atau essay beberapa halaman itu sudah berhenti saja di SMA.
Kini kami semua menulis buku kehidupan... Baru di titik prolog.
Dan bahkan epilog nya pun kami tiada tahu kapan ditulisnya, bahkan seperti apa ia akan berwujud? Kami belum ada bayangan.
Buku ini akan....
Menarik. Menantang. Tiap-tiap Berbeda.
Pasti.
Namun apakah semuanya dapat membuat, setidaknya, si anak berkacamata bulat itu - mau bertahan berjam-jam membaca?
Atau hanya sebagian saja yang dapat menulis buku semacam itu?
Atau malah...
Tidak satupun dari kami yang akan mampu?
Ah entahlah.
Menulis halaman kehidupan itu butuh keberanian.
Biarkan waktu mengeringkan tinta-tinta yang digoreskan diatas lembaran itu, sekalipun hanya satu kata setiap harinya...."
Sudah2, balik ke penulisan laporan, nak. Lo lagi kerja. Kejar selesai sebelum makan siang, bro!
Kaki ini kala itu baru melangkah keluar dari ATM bank biru sejuta umat Nusantara.
Mau apa lagi? Kini tugasku menunggu.
Menunggu jemputan.
Walhasil kaki yang menjuntai dari badan ini berjalan tak tentu tanpa arah. Mengitari lantai-lantai konsumerisme ini saja. Tawaf! Tawaf di mana? Tawaf-in Mall.. hehe, kalau kata canda temanku
Kios roti, kedai kopi masakini, butik pakaian maupun parfum... Halaman demi halaman gaya hidup Jakarta dan keramaian akhir pekan dipindai oleh mata.
Hingga akhirnya berhenti langkah-langkah pelan ini di depan teman lama. Sebuah teman lama yang telah lama tiada bersua.
Teman lama itu bernama toko buku.
Jujur, satu tahun di perantauan hampir membuatku alpa akan eksistensi mahluk yang satu ini. Semua bahan bacaan sudah bergelimpangan di dunia maya. Apa ada bacaan diatas kertas yang ku baca selama setahun belakangan ini?
Kesampingkan buku pelajaran dan koran ataupun tabloid sepakbola, dan kalian akan temukan nihil.
Ya, tiga jenis bacaan itu lah satu-satunya ragam bacaan tercetak yang ku baca selama setahun ini. Hingga kemarin seorang teman pejalan baru saja meluncurkan buku berisi kisah pelancongannya - aku pun akhirnya buka puasa. Puasa buku cerita cetak.
Tiada salahnya aku masuk ke dalam, nalar ini berbisik.
Bau semerbak buku cetakan baru yang menghiasi outlet depan kios tersebut pun menyesap. Ah, sudah tak bertamu lama ke teman lama ini. Buku-buku bestseller menyambut kedatanganku. Begitu banyaknya cerita hidup orang...
Efek pemilu, pencitraan kah? Padahal sudah gulung tikar 2 bulan urusan pesta suara rakyat itu.
Masuk lebih dalam lagi, mulai lah terpampang rak-rak favoritku; buku-buku perjalanan, entah ia hanya majalah, buku fotografi, atau catatan perjalanan seperti yang ditulis 2 temanku itu... Langkah pertama memulai perjalanan adalah memimpikannya. Halaman-halaman cerita perjalanan bagiku, adalah lembaran-lembaran yang mengajarkan tentang kehidupan...
Dan sekejap, si anak mungil cempluk berkacamata bulat kutu buku itu hidup kembali. Saking kutubukunya minimal satu jam selalu disisihkan hampir tiap akhir pekan, sekadar demi membaca di toko buku. Walau tak selalu berujung membeli salah satunya, hehe.
Untungnya kini, anak itu telah tumbuh besar meski belum sepenuhnya dewasa. Sehingga ketika ia menengok ponselnya demi mengintip jam - untung baru seperempat jam berselang.
Tapi 15 menit ini mahal harganya.
Aku ditinggal jemputan itu dan yah, harus jalan kaki!
Dasar kutu buku, tak berubah!
Itu cerita kecil penghujung pekan kemarin.
Tampaknya kutu buku ku takkan pernah hilang, hanya sering kali sembunyi tak tampak.
Namun nafsu membaca diri ini tak pernah bisa disembunyikan.
Akhir-akhir ini ada bahan bacaan baru yang aku sangat ingin kupas, dan bedah per kata.
Bahan bacaan itu ialah manusia.
Membaca manusia, membaca kehidupan.
Di sore sebelumnya aku bertemu teman-temanku, acara pentas seni sekolah kami dulu - ya, pentas seni berhiaskan artis ternama ibukota; sampai tiket pun raib ke tangan tujuh ribu muda-mudi. Semua dalam satu hari saja.
Kini kebanyakan mereka telah memulai hidup baru - kehidupan mahasiswa, fase pertama dimana mereka ini didefinisikan oleh satu kata empat huruf; Maba.
Ada pula yang masih menunggu hijrahnya ke negeri seberang. Walau seberang itu ada yang artinya sekadar tetangga, dan ada pula yang artinya terpisah satu hari penerbangan pesawat.
Halaman-halaman hidup mereka baru mulai tertuliskan.
Pelbagai tantangan jadi dekorasi, jadi tanda baca yang memberi sekat waktu jeda, ataupun huruf kapital yang menandai dimulainya kalimat baru. Kini mereka menulis buku mereka masing-masing. Cerita pendek atau essay beberapa halaman itu sudah berhenti saja di SMA.
Kini kami semua menulis buku kehidupan... Baru di titik prolog.
Dan bahkan epilog nya pun kami tiada tahu kapan ditulisnya, bahkan seperti apa ia akan berwujud? Kami belum ada bayangan.
Buku ini akan....
Menarik. Menantang. Tiap-tiap Berbeda.
Pasti.
Namun apakah semuanya dapat membuat, setidaknya, si anak berkacamata bulat itu - mau bertahan berjam-jam membaca?
Atau hanya sebagian saja yang dapat menulis buku semacam itu?
Atau malah...
Tidak satupun dari kami yang akan mampu?
Ah entahlah.
Menulis halaman kehidupan itu butuh keberanian.
Biarkan waktu mengeringkan tinta-tinta yang digoreskan diatas lembaran itu, sekalipun hanya satu kata setiap harinya...."
Sudah2, balik ke penulisan laporan, nak. Lo lagi kerja. Kejar selesai sebelum makan siang, bro!
Minggu, 10 Agustus 2014
Harapan
Oke jo. Gua pengen nanya lo semua.
Kapan terakhir kali nya lo punya perasaan bahwa lo bagian dari sesuatu yang bakal jadi besar, bakal jadi hebat, bakal jadi....
GILA.
GEDE.
Just... Sesuatu yang lebih besar dari pada lo bisa pikirin.
Feeling positif itu beda daripada yang lainnya.
Perasaan yang yah - bisa dikata... Bikin lo semangat, antusias, jumpalitan ga jelas.
Kea temen-temen cewek di SMP gua dulu, kalo ngeliat Justin Bieber (pada masa itu, beberapa), or lebih lagi, kalo nonton film/boyband Koreang (pada masa itu, kebanyakan) HAHA sorry girls - tapi ini emang best example banget sih, sing paling cocok tenan!
Ya, perasaan macem itu.
Gua sendiri sebagai orang yang sering kali bernada tinggi, optimis n pengen tahu alias kepoan sejak dari kecil, dulu sering punya perasaan ini - tapi ya, setahun di Benua Biru memang mengubah persepsi. Pesimisme dan gelombang antusiasme rendah yang terpampang di muka-muka bule disana akhirnya juga mampu perlahan mencekal keceriaan gua.
Dan justru itu yang bikin kali ini makin kerasa... aneh sekaligus hebat.
Gua jujur aja, terakhir kali punya perasaan antusias yang amat kenceng semacam ini, pas gua lari kurang lebih 17 kilometer dari Taman Makam Pahlawan di Kalibata menuju ke sekolah tercinta kala itu. Antusias bahwa, 6 orang diantara ratusan yang menjadi rombongan manusia-manusia yang berlari di rute itu. Bisa bikin perubahan.
Enam.
Jumlah yang kecil.
Dan itu yang akan membuat kami kuat.
Gitu pikir gua, awalnya...
Tapi gak semudah itu - pada akhirnya, setahun kemudian, gua boleh bilang gua agak malu.
Malu.
Gua naif banget ya, setaun yang lalu, bisa seantusias itu.
Buta jo sama realita.
Jakarta keras begitu juga hidup.
Kali ini, gua punya antusiasme yang sama - jadi bagian hal yang baru yang berbeda. Jumlah orang yang bakal ngejalaninnya juga ga beda jauh: Lima.
Ah, lima orang bisa bikin apa sih. Otak gua yang udah ter-Eropa-nisasi mulai membantah.
Lo cuman punya satu tahun juga bro. Keluar sanggahan kedua.
Ah, boam lah. Sopo nanam bakal nandur.
Kalo ikhtiyar nya kuat, terserah pada Tuhan.
Apakah. Lima orang ini, bisa membuat perbedaan.
Bisa, bikin sesuatu yang baru, dari benih. Sampai jadi bunga yang mekar.
Cuman waktu yang punya jawaban.
Tapi seenggaknya kita punya harapan.
Selalu.
Kapan terakhir kali nya lo punya perasaan bahwa lo bagian dari sesuatu yang bakal jadi besar, bakal jadi hebat, bakal jadi....
GILA.
GEDE.
Just... Sesuatu yang lebih besar dari pada lo bisa pikirin.
Feeling positif itu beda daripada yang lainnya.
Perasaan yang yah - bisa dikata... Bikin lo semangat, antusias, jumpalitan ga jelas.
Kea temen-temen cewek di SMP gua dulu, kalo ngeliat Justin Bieber (pada masa itu, beberapa), or lebih lagi, kalo nonton film/boyband Koreang (pada masa itu, kebanyakan) HAHA sorry girls - tapi ini emang best example banget sih, sing paling cocok tenan!
Ya, perasaan macem itu.
Gua sendiri sebagai orang yang sering kali bernada tinggi, optimis n pengen tahu alias kepoan sejak dari kecil, dulu sering punya perasaan ini - tapi ya, setahun di Benua Biru memang mengubah persepsi. Pesimisme dan gelombang antusiasme rendah yang terpampang di muka-muka bule disana akhirnya juga mampu perlahan mencekal keceriaan gua.
Dan justru itu yang bikin kali ini makin kerasa... aneh sekaligus hebat.
Gua jujur aja, terakhir kali punya perasaan antusias yang amat kenceng semacam ini, pas gua lari kurang lebih 17 kilometer dari Taman Makam Pahlawan di Kalibata menuju ke sekolah tercinta kala itu. Antusias bahwa, 6 orang diantara ratusan yang menjadi rombongan manusia-manusia yang berlari di rute itu. Bisa bikin perubahan.
Enam.
Jumlah yang kecil.
Dan itu yang akan membuat kami kuat.
Gitu pikir gua, awalnya...
Tapi gak semudah itu - pada akhirnya, setahun kemudian, gua boleh bilang gua agak malu.
Malu.
Gua naif banget ya, setaun yang lalu, bisa seantusias itu.
Buta jo sama realita.
Jakarta keras begitu juga hidup.
Kali ini, gua punya antusiasme yang sama - jadi bagian hal yang baru yang berbeda. Jumlah orang yang bakal ngejalaninnya juga ga beda jauh: Lima.
Ah, lima orang bisa bikin apa sih. Otak gua yang udah ter-Eropa-nisasi mulai membantah.
Lo cuman punya satu tahun juga bro. Keluar sanggahan kedua.
Ah, boam lah. Sopo nanam bakal nandur.
Kalo ikhtiyar nya kuat, terserah pada Tuhan.
Apakah. Lima orang ini, bisa membuat perbedaan.
Bisa, bikin sesuatu yang baru, dari benih. Sampai jadi bunga yang mekar.
Cuman waktu yang punya jawaban.
Tapi seenggaknya kita punya harapan.
Selalu.
Selasa, 05 Agustus 2014
Ngulon!
Ngulon,
Nge-Kulon.
Menuju ke arah barat (lagi)
Sementara jutaan orang lain termasuk media mainstream menyebutkannya sebagai arus balik mudik lebaran. Tapi Mbah gua lebih seneng memakai istilah yang ini - kembali ke Barat, kembali ke Jakarta.
Ah ya, emang relatif sih bro. Kalo lo mudiknya cuman ke Sukabumi lo bisa bilang "balik ke utara", kalo mudiknya dari Lampung "Kembali ke Pulau Seberang",
Buat yang ke Luar Negeri selama Mudik, judulnya, ya "Kembali ke Realita Kerjaan dan Sekolahan". Oh, mungkin enaknya pake bahasa Inggris kali ya, "Back to Reality".
Dan yang gak mudik? Judulnya "Jakarta mulai macet lagi!"
Haha.
Ya begitulah.
Duh Jakarta, Jakarta...
Pada akhirnya emang kita semua ya kembali, wong jenenge bae mudik, mulih, mbali kampung tok, lanjutanne yo nggawe maning, blajar maning... Yes, realita kehidupan jo. #JKTKerasBoss
Anyways. Post ini awalnya cuman buat Deklarasi aja.
Yes, ladies and gentlemen! Bapak-bapak ibu-ibu semua yang ada disini kalo katanya Inul....
Saya sudah kembali ke Jakarta!
Jeng jeng jeng.... *Lagu "Kembali ke Jakarta" nya Koes Plus sound tracknya*
Ah dan itu berarti kita kembali ke kerjaan yang menunggu.
Tapi juga berarti; posting baru.
Moga-moga gua bisa nulis soal mudik ya. Kali ni mudik banyak banget isi nya soalnya
PS: Foto juga... gak kalah menarik, although masih portfolio amatiran acak2 :p
Gitu deh, Cao bro!
Mo tepar dulu lah, 16 jam lebih menyusuri jalur kembali ke Jakarta bukan perkara kecil buat badan gueh.
Nge-Kulon.
Menuju ke arah barat (lagi)
Sementara jutaan orang lain termasuk media mainstream menyebutkannya sebagai arus balik mudik lebaran. Tapi Mbah gua lebih seneng memakai istilah yang ini - kembali ke Barat, kembali ke Jakarta.
Ah ya, emang relatif sih bro. Kalo lo mudiknya cuman ke Sukabumi lo bisa bilang "balik ke utara", kalo mudiknya dari Lampung "Kembali ke Pulau Seberang",
Buat yang ke Luar Negeri selama Mudik, judulnya, ya "Kembali ke Realita Kerjaan dan Sekolahan". Oh, mungkin enaknya pake bahasa Inggris kali ya, "Back to Reality".
Dan yang gak mudik? Judulnya "Jakarta mulai macet lagi!"
Haha.
Ya begitulah.
Duh Jakarta, Jakarta...
Pada akhirnya emang kita semua ya kembali, wong jenenge bae mudik, mulih, mbali kampung tok, lanjutanne yo nggawe maning, blajar maning... Yes, realita kehidupan jo. #JKTKerasBoss
Anyways. Post ini awalnya cuman buat Deklarasi aja.
Yes, ladies and gentlemen! Bapak-bapak ibu-ibu semua yang ada disini kalo katanya Inul....
Saya sudah kembali ke Jakarta!
Jeng jeng jeng.... *Lagu "Kembali ke Jakarta" nya Koes Plus sound tracknya*
Ah dan itu berarti kita kembali ke kerjaan yang menunggu.
Tapi juga berarti; posting baru.
Moga-moga gua bisa nulis soal mudik ya. Kali ni mudik banyak banget isi nya soalnya
PS: Foto juga... gak kalah menarik, although masih portfolio amatiran acak2 :p
Gitu deh, Cao bro!
Mo tepar dulu lah, 16 jam lebih menyusuri jalur kembali ke Jakarta bukan perkara kecil buat badan gueh.
Selasa, 15 Juli 2014
Gue dah balik
"Ke Jakarta aku kan kembali....
Walaupun apa yang kan terjadi...."
Yes, Sheez man. Ty vole, Jezis Maria.
Gue dah balik bro. Mulih....
Gue dah have my final say... "Dalem badhe tindak...." Gua udah bilang kalimat itu ke Bohemia yang dah jadi rumah gua buat 10 bulan, dan sekarang gua udah balik lagi ke sini.
(Oke bre, sebenernya gua udah 2 minggu nyampe Jakarta lagi, tapi gua belum sempet nulis apa2 hihi)
Dan yah, karena kehidupan gua udah balik lagi jadi di Jakarta, although belum hidup kayak ritme Jakarta yang dulu gua tau... Dimana bangun pagi makan pagi siap jalan, kadang nebeng, demi ga kena macet - walau nantinya sore2 mau ga mau mesti kutat sama macet... Panas2an di Metromini.... Nyampe rumah masih ada bisnis-bisnis yang mesti di urusin...
Kehidupan gua sampe poin ini masih, boleh dikata, sama kaya temen2 gua yang lain - nyari kerjaan.
Bedanya kalo mereka ya tinggal nunggu sampe pengumuman ujian2 masuk univ (besok pengumuman SBMPTN, Goodluck Dasecakra Scavs n AF! AMIN :D God knows the best bro)
Gua?
Bisa dibilang nganggur, tapi gak sepenuhnya nganggur.
Bonyok gua selalu ngasih kerjaan biar gak nganggur sih - translate paper kek, cek mutasi rekening buat cek2 duit kontrakan kek, yah sagala aya lah - cuman demi sekedar sibuk...
Tapi anehnya gua belum ngerasa the urge of being busy... Ya mungkin karena gua belum keluar rumah demi "kepentingan kerja"... sampe sekarang gua keluar rumah ya kalo ketemu temen, jalan, bukber... things like dat.
Anyways.... yang pasti gua udah disini.
Ada dua perubahan berarti sih, yang bermakna banget, dihidup gua.
Pertama...
kalo kata Arnold Schwarzenegger, "I'll be back" (Albibak)
Gua selalu mengucap kata itu di Ceko, cuman sekarang... itu udah gak valid
karena udah emang "I'm back"...
Kedua...
Gua udah gak bisa pake kaos Jerman gua! Karena bintangnya cuman bintang 3 bukan bintang 4!
AHAHAHA penting banget ya, anyway, Mia San Weltmeister biaaaatch :D Jerman akhirnya menang trofi juga after so long, and, congrats to everyone involved - bukti bahwa individual magic have no more magic in modern football.... Jerman.... Mannschaft... I salute you.
So thats it for now.
Gue dah balik.
Karena itu juga.
Welcome di blog baru ane. :D
Walaupun apa yang kan terjadi...."
Yes, Sheez man. Ty vole, Jezis Maria.
Gue dah balik bro. Mulih....
Gue dah have my final say... "Dalem badhe tindak...." Gua udah bilang kalimat itu ke Bohemia yang dah jadi rumah gua buat 10 bulan, dan sekarang gua udah balik lagi ke sini.
(Oke bre, sebenernya gua udah 2 minggu nyampe Jakarta lagi, tapi gua belum sempet nulis apa2 hihi)
Dan yah, karena kehidupan gua udah balik lagi jadi di Jakarta, although belum hidup kayak ritme Jakarta yang dulu gua tau... Dimana bangun pagi makan pagi siap jalan, kadang nebeng, demi ga kena macet - walau nantinya sore2 mau ga mau mesti kutat sama macet... Panas2an di Metromini.... Nyampe rumah masih ada bisnis-bisnis yang mesti di urusin...
Kehidupan gua sampe poin ini masih, boleh dikata, sama kaya temen2 gua yang lain - nyari kerjaan.
Bedanya kalo mereka ya tinggal nunggu sampe pengumuman ujian2 masuk univ (besok pengumuman SBMPTN, Goodluck Dasecakra Scavs n AF! AMIN :D God knows the best bro)
Gua?
Bisa dibilang nganggur, tapi gak sepenuhnya nganggur.
Bonyok gua selalu ngasih kerjaan biar gak nganggur sih - translate paper kek, cek mutasi rekening buat cek2 duit kontrakan kek, yah sagala aya lah - cuman demi sekedar sibuk...
Tapi anehnya gua belum ngerasa the urge of being busy... Ya mungkin karena gua belum keluar rumah demi "kepentingan kerja"... sampe sekarang gua keluar rumah ya kalo ketemu temen, jalan, bukber... things like dat.
Anyways.... yang pasti gua udah disini.
Ada dua perubahan berarti sih, yang bermakna banget, dihidup gua.
Pertama...
kalo kata Arnold Schwarzenegger, "I'll be back" (Albibak)
Gua selalu mengucap kata itu di Ceko, cuman sekarang... itu udah gak valid
karena udah emang "I'm back"...
Kedua...
Gua udah gak bisa pake kaos Jerman gua! Karena bintangnya cuman bintang 3 bukan bintang 4!
AHAHAHA penting banget ya, anyway, Mia San Weltmeister biaaaatch :D Jerman akhirnya menang trofi juga after so long, and, congrats to everyone involved - bukti bahwa individual magic have no more magic in modern football.... Jerman.... Mannschaft... I salute you.
So thats it for now.
Gue dah balik.
Karena itu juga.
Welcome di blog baru ane. :D
Langganan:
Postingan (Atom)